Kelompok Garis Keras Israel Dorong Relokasi Warga Palestina dari Gaza

Kelompok garis keras Israel menyambut baik rencana Presiden Donald Trump untuk masa depan Gaza, yang meminta 2,3 juta warga kawasan itu meninggalkan wilayah yang terkepung tersebut. Mereka mengatakan mendorong emigrasi tidak melanggar hukum internasional. Warga Palestina sendiri menolak rencana itu.

Kaukus sayap kanan Tanah Israel di Knesset bertemu hari Minggu lalu dalam sebuah sesi khusus, untuk mendukung rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump, bagi relokasi 2,3 juta warga Palestina keluar dari Gaza. Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich mengatakan, dia mendirikan sebuah “otoritas migrasi” di dalam Kementerian Pertahanan untuk mendorong warga Palestina meninggalkan Gaza.

“Setiap shekel yang akan kita investasikan dalam mendukung migrasi membebani kita lebih kecil dibanding jika terus berperang. Anggaran tidak akan menjadi penghalang untuk rencana ini. Ini bukan hanya sebuah rencana baru. Ini adalah sebuah potensi perubahan bersejarah di Timur Tengah dan Israel,” kata Smotrich.

Anggota Knesset Simcha Rothman mengataka bahwa rencana “relokasi” ini lebih realistis dibanding rencana yang baru saja diajukan oleh Mesir dan Liga Arab, yang akan memungkinkan otoritas Palestina memerintah Gaza tanpa melucuti senjata Hamas, yang telah ditetapkan Amerika Serikat sebagai kelompok teroris.

“Orang-orang mengatakan mari kita rehabilitasi Hamas, mari beri semua kesempatan bagi Hamas untuk membangun kembali pasukan mereka. Bagaimana mungkin itu adalah sebuah solusi yang realistis. Tentu saja tidak. Itu rencana berbahaya. Itu berbahaya bagi Gaza. Itu berbahaya bagi warga Gaza dan itu juga berbahaya bagi perdamaian di kawasan ini,” ujar Rothman.

Ahli hukum sayap kanan dalam pertemuan kaukus Tanah Israel mengatakan bahwa mendorong emigrasi dari kawasan perang bukanlah pelanggaran hukum internasional.

FILE - Mobil dan pejalan kaki bergerak di sepanjang jalan di tengah kerusakan yang disebabkan oleh serangan militer Israel terhadap Hamas di kamp pengungsi Jabaliya, Kota Gaza, 7 Februari 2025. (Jehad Alshrafi, arsip/AP)
FILE – Mobil dan pejalan kaki bergerak di sepanjang jalan di tengah kerusakan yang disebabkan oleh serangan militer Israel terhadap Hamas di kamp pengungsi Jabaliya, Kota Gaza, 7 Februari 2025. (Jehad Alshrafi, arsip/AP)

Hal itu disampaikan Eugene Kontorovich, ahli hukum dari Forum Kebijakan Kohelet. “Kita tahu bahwa dalam masa perang ada pengungsi. Dari Afghanistan, jutaan pengungsi. Dari perang di Suriah, jutaan pengungsi. Dari perang di Ukraina, jutaan pengungsi. Tidak ada satupun yang disebut sebagai pembersihan etnis. Sekarang, penciptaan pengungsi semacam itu tidak bisa dilakukan sebagai sebuah kesengajaan, tetapi tidak perlu secara khusus dicegah sebagai konsekuensi dari perang,” ujarnya.

Sementara perwakilan dari organisasi liberal di Israel tidak setuju dengan hal itu.
Hagit Ofran, aktivis di proyek Pengawasan Pemukim di gerakan Israeli Peace Now, mengatakan, “Ini bukan pemindahan orang secara suka rela. Itu pengalihan atau pemindahan. Itu adalah kejahatan perang dan itu tidak bermoral. Jika Anda membuat kehidupan orang menderita lalu kemudian Anda mengatakan bahwa orang-orang itu ingin meninggalkan tempat itu, itu bukanlah sesuatu yang dilakukan secara suka rela,” kata Ofran.

Banyak pihak di kaukus Knesset mendesak Israel membangun kembali 21 pemukiman Yahudi di Jalur Gaza, yang telah dievakuasi pada 2005 ketika Israel secara sepihak menarik diri dari kawasan itu.

Daniella Weiss adalah pemukim Yahudi yang juga pemimpin Gerakan Pemukiman.
“Rakyat Israel siap bertempur, siap mewujudkan ide Presiden Trump terkait emigrasi warga Gaza. Pada saat yang sama, rakyat Israel siap dan bersedia memenuhi tujuan dari Zionisme untuk menghuni seluruh Gaza dengan pemukim Yahudi,” kata dia.

Sementara prospek untuk membangun kembali pemukiman YAhudi di Gaza nampaknya tidak mungkin terjadi, kebanyakan warga Israel setuju bahwa Hamas seharusnya tidak memiliki peran bagi masa depan kawasan itu, dan sebagian setuju bahwa cara terbaik untuk memastikan hal itu adalah dengan membuat sebagian besar warga Palestina meninggalkan Gaza. [ns/lt]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *